Selasa, 20 Maret 2018

Blogger Pintar: Paham Nilai-Nilai Pancasila

Blogger Pintar: Paham Nilai-Nilai Pancasila
Oleh: Yollanda

Blogger pintar, paham nilai-nilai Pancasila. Itu jargon yang tepat  untuk kegiatan yang diinisiasi Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Banten menyelenggarakan acara Flash Blogging: Implementasi Nilai-NIlai Pancasila dalam Bermedia Sosial. Acara ini sangat tepat dilaksnakan di tengah-tengah zaman yang serba digital ini. Kemana pun pergi, orang-rang sekarang tidak akan lepas dari gadget. Pada umumnya, gadget digunakan untuk bermedia sosial, baik instagram, facebook, twitter, path, dan juga blog. Penggemar eksistensi diri atau narsis bahasa kekiniannya yang sering digunakan anak zaman now, pasti punya media sosial. Tetapi, digunakan untuk sesuatu apakah media sosial itu? Maka wawasan tentang Pancasila penting untuk diketahui.
Dihadirkan 2 pembicara yang ekspert di bidang blog dan Pancasila, yaitu Banyu Murti dan Diasma. Sandi Swandaru, S.Sos., M.H. Banyu Murti merupakan ekspert di bidang blog. Ia menuliskan ketertarikannya terhadap makanan dan travelling, maka ia sukses menjadi travel dan food blogger. Bahkan, karena ketekunannya menulis blog, blognya pernah masuk dalam nomor satu pada halaman pencarian di google. Suatu prestasi yang luar biasa. Pesannya, tulislah sesuatu yang membuat orang lain ingin tahu informasi apa yang bsa didapatkan dari membaca blog kita. Pengalaman biasa yang kita rasakan biasa, mungkin saja sangat berguna bagi orang lain. Jadi, buatlah personal branding yang oke. Lalu terapkan prinsip listen, consistant, focus, dan unique dalam mengisi blog.
Pembicara yang kedua adalah Diasma. Audiece memanggilnya manusia Pancasila. Mendengar tutur kata dan setiap kalimat yang ia lontarkan, selalu bernapaskan nilai-nilai Pancasila. Tidak salah memang, ketika ia menekuni dunia “Dakwah Pancasila”. Ia dengan sukarela menebar nilai-nilai Pancasila. Bermodalkan passion-nya menjiwai Pancasila, ia mengaplikasikan teori-teori kewarganegaraan dalam sikap dan kehidupannya. Lulusan Fisipol Universitas Gadjah Mada ini kini bekerja pada Unit Kerja Presiden bidang Pancasila.
Hendaknya kegiatan ini rutin dilakukan. Mengingat zaman kini, bermedia sosial tidak lepas dari napas-napas kehidupan. Agar pengguna sosial media bijak dalam menyikapi informasi yang beredar, serta dapat menyelamatkan diri dari jeratan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).


Minggu, 18 Maret 2018


Sakura di Akhir Tahun
Yollanda



Ranting-ranting kecil berbunga

Menawan merona mengusik

Berlarian cinta mencari

Pucuk-pucuk sakura

Suhu 3 derajat celcius

Barisan pohon meranggas

Kala mantel dan syal masih kupakai

Disela-sela hiruk pikuk Kota Tokyo

Kutemukan oase di Ueno Park

Tiada yang lebih romantis

Kecuali menemukan



Sakura di akhir tahun




















Diskusi Calon Film: 30 Tahun Balada Si Roy Siap Beralih ke Film

Serang, 11 Maret 2018. Judul yang membuat mata ini antusias untuk membacanya. Ada apa dengan 30 tahun itu? Baik, novel BSR memang dibuat 30 tahun yang lalu oleh Gol A Gong. Kini, setelah 30 tahun lahirnya novel tersebut, sutradara Fajar Nugros yang telah menyutradarai film Jakarta Undercover, Yowis Ben, dan Terbang ini, berniat mengangkat BSR yang legendaris ini ke layar lebar.
Beberapa reviewer penggemar BSR dihadirkan yaitu Aldi Perdana, Hasan Aspahani, dan Daniel Mahendra. Mereka memberikan pengalaman yang melatarbelakanginya membaca BSR. Ternyata BSR mampu mengubah mind set pembacanya.
(Doc.Yollanda/ Produser, sutradara, serta  BSR expert) 

Dalam pertemuan di auditorium Surosowan Rumah Dunia Serang, Fajar Nugros dan Susanti Dewi selaku produser Demi Istri Production, mendengarkan masukan-masukan dari pembaca BSR dari seluruh Indonesia. Penggemar BSR hadir dari berbagai daerah. Ada yang dari Pulau Jawa, Pulau Sumatera, bahkan Pulau Kalimantan. Antusiasme yang luar biasa terhadap BSR. Penggemar BSR berharap kepada sutradara dan produser agar BSR menjadi film yang berkesan. Bahkan, penggemar BSR dari Kalimantan ini berniat membuat Roy Cyber Army sebagai sarana promosi film BSR di media sosial.
Pada acara diskusi itu, ada seorang penggemar BSR yang berasal dari Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, dengan berani ia mengajukan diri kepada sang sutradara untuk menjadi pemain dalam film BSR. Tak tanggung-tanggung ia sudah menyiapkan portofolio dirinya dalam map cokelat yang ia serahkan kepada sutradara dan produser dalam kesempatan itu. Fajar Nugros sebagai sutradara mengapresiasi keberanian mahasiswa berumur 20 tahun tersebut. “Ada kesempatan, sikaatt” katanya.
Pada sesi tanya jawab, pengarang BSR Gol A Gong memberikan satu pertanyaan, jawaban yang paling mendekati harapan akan mendapat paket trip ke Singapura. Audience yang hadir berlomba-lomba memberikan jawabannya masing-masing. Kemudian dipilih 2 jawaban yang paling mendekati harapan pengarang BSR ini. Dan 2 orang tersebut berhak atas paket trip plesiran ke Singapura.
Sayembara lainnya hadir dari produser Demi Istri Production. Hadiahnya adalah mengikuti syuting petualangan BSR. Namun, jenis sayembaranya masih dirahasiakan. Akan ia munculkan di akun media sosial Demi Istri Production. (yollanda, red)

Sabtu, 30 Desember 2017

Kegiatan "Belajar" di Bulan Desember 2017



 Kegiatan "Belajar" di Bulan Desember 2017

Desember 2017 ini, saya merasa banyak sekali berkesempatan mendapatkan pengetahuan dari berbagai acara. Baik di dalam kota maupun luar kota Rangkasbitung. Bersyukurnya saya adalah suami saya selalu mendukung apapun kegiatan yang saya ikuti selama kegiatan itu positif. Baiklah satu per satu saya tuliskan. Meskipun agak telat penulisannya dari waktu pelaksanaan kegiatannya, mohon maaf ya, harap maklum (sedang banyak deadline) semoga ini bisa bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.

Pada 9 Desember 2017, saya mengikuti Pelatihan Metodologi Bahsa dan Linguistik Forensik. Pembicaranya adalah penulis buku yang selama ini bukunya selalu menjadi pedoman karya ilmiah baik mahasiswa maupun akademisi yaitu Prof.Emzir. Beliau guru besar di Uiversitas Negeri Jakarta. Pemateri yang kedua adalah Dr.Andhika seorang akademisi dari Universitas Pendidikan Indonesia. Kolabrasi kedua akademisi ini mengulas materi kuliah saya serta membuka wawasan baru tentang dunia kebahasaan. Dr.Andhika yang juga merupakan saksi ahli kasus Buni Yani ini menyatakan bahwa dunia linguistik forensik sangat membutuhkan orang-orang yang berilmu dan berani.



                                                                                  ***
11 Desember 2017, saya meluncur dari kota yang terkenal dengan tokoh Saija Adinda ke ibukota Provinsi Banten. Sejak saya bergabung di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) angkatan ke-30, membuka peluang yang sangat lebar untuk dapat mengembangkan diri. Alhamdulillah kali ini saya bersama beberapa relawan Rumah Dunia berkesempatan hadir sebagai undangan di acara “Pertemuan Netizen/ Blogger Provinsi Banten” yang diselenggarakan Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian Provinsi Banten.        


Acara pembukaan dibuka oleh Bapak Komar sebagai Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian Provinsi Banten. Acara diisi oleh beberapa pembicara yaitu Perwakilan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Bapak Helmi Malik Bou), Perwakilan dari Bappeda Provinsi Banten (Ibu Ika Kartika), Relawan TIK (Bapak Ali Sahdi Sutisna), dan perwakilan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Banten.  Acara pertemuan ini dimoderatori leh Bapak Entong.

Penyampaian materi pertama diisi oleh perwakilan Kominfo. Rumah netizen adalah di Kominfo. Stakeholdernya adalah kita semua. Jangan ragu untuk datang. Menteri Kominfo senang bertemu dengan blogger, terlebih di suasana nonformal. Jika di suasana formal ada efek psikologis, blogger jadi sungkan dan tidak bebas. 

Pak Helmi pun menjelaskan bahwa kini zaman memasuki generasi Z yang didefinisikan sebagai orang-orang yang lahir dalam rentang tahun kelahiran sampai 2014. Sejak lahir sudah ada media sosial seperti facebook twitter, instagram, dan lain-lain. Generasi sekarang harus bisa menyesuaikan diri karena garapannya berbeda.
Beliau juga menjelaskan tentang berita-berita yang kini marak dan diragukan kebenarannya atau berita hoax. Ciri-ciri berita hoax antara lain menciptakan kecemasan, permusuhan, pemujaan berlebihan, sumbernya tidak jelas, tidak dapat dimintai pertanggungjawaban, mencatut media terkenal dan tokoh berpengaruh tetapi dengan alamat blogspot, juga judul yang provokatif. Sebagai insan yang hidup di era digital yang tidak terbendung, kita harus pintar-pintar menyaring informasi apakah informasi yang kita terima termasuk hoax atau bukan. Kominfo memiliki website untuk mengonfirmasi berita hoax atau tidak yaitu beralamat di jpp.go.id.

Pembicara kedua perwakilan dari Bappeda Provinsi Banten, Ibu Ika Kartika. Beliau menyampaikan tentang Kebijakan Pembangunan Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi Pemerintah Provinsi Banten. Realitanya kini, SKPD memiliki aplikasi masing-masing, mayoritas tidak terintegrasi satu sama lain, jadi terkesan berjalan sendiri-sendiri. Idealnya, sebuah aplikasi suatu provinsi seharusnya terintegrasi. Tahun 2021 diharapkan keadaan ideal tersebut tercapai. Oleh karena itu, kritik yang membangun untuk pemerintah Provinsi Banten sangat dibutuhkan.  Agar menjangkau kebutuhan masyarakat, maka hubungan masyarakat dengan pemerintah harus mesra. Infrastruktur sudah mumpuni, namun SDM serta management-nya menjadi PR. Lebih dari 69% masyarakat belum mengenal internet, karena keadaan hidup yang membuatnya lebih mempriorotaskan kebutuhan primer daripada teknologi. Tugas pemerintah di sini adalah membuat teknologi menjadi murah sehingga dapat dinikmati oleh semua kalangan.

Teknologi juga membuat pekerjaan menjadi lebih praktis. Aplikasi-aplikasi yang tersedia dapat memudahkan pekerjaan para ASN, misalnya untuk urusan disposisi dapat menggunakan aplikasi sehingga hemat kertas yang bertumpuk-tumpuk.

“Masyarakat telah berubah, akankah pemerintah begitu-begitu saja?” Kalimat retorika yang menjadi statement penutup dari Ibu Ika sebagai perwakilan dari Bappeda Provinsi Banten.
Pembicara ketiga perwakilan dari Relawan TIK (Bapak Ali Sahdi Sutisna). Ia menyampaikan fokus pekerjaan Relawan TIK ada 4, yaitu Literasi Pendidikan, UKM/ Usaha, Desa, Aplikasi Teknologi dan Jaringan. Untuk Literasi Pendidikan, Relawan TIK membantu mendampingi, membuat, mendaftarkan, serta mengelola website sekolah untuk semua tingkatan (SD, SMP, dan SMA).  Untuk desa, Relawan TIK membantu perangkat desa untuk membuat website desa.
Pembicara keempat dari perwakilan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Banten. Ia menjelaskan rencana strategis pembangunan Provinsi Banten.
Banyak informasi baru yang saya dapatkan dalam pertemuan netizen/ blogger ini. Saya pun jadi tahu arah kebijakan Provinsi Banten ke depannya. Semoga kita kawula muda dapat terus semangat dalam mengisi pembangunan  dari dunia maya.

                                                                                     ***
 12 Desember 2017, saya berkesempatan ikut acara STUDIUM GENERALE “Praktik Pendidikan Antikorupsi berbasis Literasi” TALI INTEGRITAS.
Taman Literasi Integritas, rangkaian acara yang diselenggarakan oleh lembaga tinggi negara yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka Hakordia 2017 (Hari Antikorupsi Sedunia). Tali Integritas dilaksanakan di Bidakara Hotel Jakarta.

Untuk menjadi peserta dari acara ini, saya harus mengikuti seleksi ketat yang diadakan beberapa hari sebelum acara berlangsung. Karena kuota peserta terbatas hanya 50 orang, maka seleksi sangat ketat, pemfilteran peserta disaring dari berbagai latar belakang pendidikan, profesi, dan beberapa aspek lainnya yang diisikan pada form pendaftaran. H-4 barulah pengumuman peserta terpilih diumumkan melalui email. Alhamdulillah saya beruntung menjadi peserta terpilih. 

Di acara Tali Integritas ini, beberapa orang yang sangat berintegritas di bidangnya terutama dalam memerangi korupsi menjadi narasumber. Mereka berkarakter luar biasa. Saya belajar dari cerita-cerita para narasumber betapa hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari justru ternyata membentuk karakter kita menjadi pribadi yang berintegritas, jujur, rendah hati, menghormati orang lain, dan karakter baik lainnya.







Pengisi acaranya yaitu Kang Firman Hadiansyah sebagai Ketua TBM yang membawakan materi penguatan literasi dan pengembangan taman baca, Kang Maman Suherman dengan materi literasi dan antikorupsi, Kang Sahlan Ramadhan  dari Komunitas Obat Manjur dengan materi praktik penidikan antikorupsi di komunitas, Kang Imam Soleh dari komunitas Celah-Celah Langit Bandung dengan membawakan puisi antikorupsi, Ibu Septi Peni Wulandari dari Institut Ibu Profesional dengan membawakan materi pendidikan antikorupsi di keluarga, Ibu Sinta Ratna Sari dari SD Gagas Ceria Bandung dengan materi praktik antikorupsi di sekolah, dan Perwakilan dari KPK yaitu Bapak Saut Situmorang.

Usai acara stadium generale, di lantai dasar Bidakara Hotel sedang dilaksanakan pameran lembaga tinggi negara dan kementerian di Indonesia dalam rangka hari antikorupsi. Masing-masing institusi memamerkan strateginya dalam mencegah korupsi. Ada juga games yang diadakan dengan memberikan goody bag untuk yang berhasil menjawab pertanyaan seputar antikorupsi dengan benar. Alhamdulillah saya berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan beberapa goody bag dan cenderamata yang berasal dari KPK, Kementerian Pariwisata, Kementerian Agama, LPSK, LKPP, dan MA. Selain itu, saya berkesempatan berfoto bersama Putri Pariwisata Indonesia. Saya senang sekali, hehehe.
                                                                                   ***
17 Desember 2017, saya berkesempatan mengikuti dua acara sekaligus yaitu peluncuran dan bedah buku “Mengajar untuk Perubahan”. Acara kawah literasi ini dipersembahkan oleh Rumah Dunia dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Narasumbernya yaitu Kang Ade Iwarawan dari ICW, Pak Bambang Wisudo dari Sekolah Tanpa Batas, Kang Deny Surya Permana yang menulis buku Mengajar untuk Perubahan, Kang Ardian Je sebagai pembedah buku serta Kang Daru Pamungkas sebagai moderator. 

Sebagai pengajar yang bekerja di lembaga pendidikan berikon dewa ilmu pengetahuan, saya merasa cerita-cerita yang diutarakan oleh para narasumber sangat real dan membuat saya ada kaget dengan detail ceritanya, ada rasa bersyukur mengajar di tempat yang setidaknya masih dekat dengan kota. Betapa di pedalaman Indonesia pendidikan masih sangat memprihatinkan dan itu menjadi PR kita bersama. Serta upaya-upaya luar biasa para guru hebat dalam memerangi korupsi.

Masih di tempat yang sama, aula Rumah Dunia. Setelah acara peluncuran buku Mengajar untuk Perubahan, acara selanjutnya adalah Panggung Puisi 3 Penyair Gondrog VS 3  Wakil Wanthila. # penyair gondrong yaitu Kang Iyut Fitra, Kang Sosiawan Leak, Kang Isbedy Stiawan ZS. Ketiga penyair laki-laki nyentrik yang sukses membuat penikmat puisi terpukau dengan aksinya di panggung. Taklupa 3 wakil wanthila yang memiliki kepanjangan 3 wanita pentakilan, hehehe. Ketiga srikandi yang melawan 3 penyair gondrong yaitu Ibu Rini Intama, Ibu Ayu Cipta, dan Ibu Dhenok Kristanti. Ketiga srikandi ini sukses menjadi rival 3 penyair gondrong. Mereka berlaga di atas panggung. Sukses membuat saya terkesima karena penjiwaannya serta pembawaannya di atas panggung. Puisi yang dibawakan mayoritas bertemakan negeri Indonesia, ada yang membahas dari sumber daya alam, lapangan kerja, dan pemimpin di Indonesia
                                      

                                                                                      ***
Pada tanggal 20 Desember 2017, saya berkesempatan mengikuti Konferensi Nasional Baduy: Penataan Kawasan Adat dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan, yang diselenggarakan STISIP Setia Budhi Rangkasbitung. Di acara tersebut, narasumbernya penulis buku Saatnya Baduy Bicara  Bapak Ahmad Sihabudin dan Bapak Asep Kurnia, Bapak Suaib Amiruddin sebagai Ketua STISIP Setia Budhi, dan Bapak Harits Hijrah Wicaksana sebagai dosen STISIP Setia Budhi. Para narasumber membahas keadaan Baduy terkini serta tantangan-tantangan zaman modern. 
                                                                                     
Selain konferensi, saya juga lolos di seleksi call paper sehingga setelah konferensi saya harus mempresentasikan hasil karya ilmiah yang telah saya kirim sebelumnya. Karena tema konferensinya tentang Suku Baduy, maka paper yang saya buat juga mengikuti tema tersebut. Saya buat makalah  dengan judul Resepsi Masyarakat Kabupaten Lebak Provinsi Banten terhadap Upacara Seba Suku Baduy. Isinya kurang lebih membahas local wisdom yang terdapat dalam ritual Upacara Seba yang rutin dilaksanakan setahun sekali oleh Suku Baduy.



Menjadi pemakalah di forum ilmiah dengan peserta dari berbagai kampus merupakan pengalaman pertama bagi saya. Rasa deg-degan di awal pasti ada, tetapi saya berusaha bisa mengendalikan. Alhamdulillah presentasi makalah saya lancar dengan menjawab beberapa pertanyaan dari audince. Saya berharap ke depannya dapat lebih meningkatkan diri lagi.

Itulah kegiatan "belajar" yang saya lakukan selama bulan Desember 2017. Semoga di tahun depan (2018) lebih banyak lagi kesempatan untuk mendapatkan ilmu dari mana pun. Aamiin.

Selasa, 12 Desember 2017

Melipir Jogja, dari Raminten ke De Mata


Melipir Jogja




Candi Borobudur merupakan bukti sejarah bahwa Indonesia pernah berjaya pada masa dinasti Syailendra. Dinobatkan sebagai Word Heritage oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang membidangi budaya, UNESCO, candi Borobudur semakin kokoh memperlihatkan daya tarik di mata para pelancong. Bergeser sedikit dari candi Borobudur yang berlokasi di desa Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mari kita mampir ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), berhubung lokasinya berdekatan, sambil menyelam minum air enak donk, sekali dayung dua atau tiga pulau terlampaui. 

Kesultanan Ngayogyakarta, atau lebih simple kawula muda zaman now menyebutnya Jogja, rasanya tidak akan habis bercerita tentang kota gudeg yang satu ini, dari romantikanya, suasananya, keramahannya, kulinernya, serta objek wisatanya baik wisata alam, wisata budaya, dan wisata yang sengaja diciptakan untuk menarik minat wisatawan. Sebenanya bukan sekali dua kali saya mengunjungi kota berjuta cerita ini, namun sepertinya tidak akan pernah cukup mengulas cerita yang menyimpan memori indah kenangan kita dulu, apasih ini J
Sebelum saya jalan-jalan, saya menikmati minuman hangat dulu sebagai welcoming drink dari hotel tempat saya menginap. Saya request wedang secang. Sungguh lega tenggorokkan dan badan saya setelah menyeruput wedang secang. Hangat sampai ke badan. Komposisinya terdiri atas kayu secang, daun dan batang cengkeh, jahe yang digeprek, daun pala, dan gula batu. Aroma dan rasa khas rempah-rempahnya enak sekali. Saya sampai ketagihan untuk membelinya buat oleh-oleh.

Wedang Secang (Dok.pribadi Yollanda)

Jalan Malioboro (Dok.pribadi Yollanda)
Badan sudah hangat, saya jadi lebih bersemangat jalan kaki untuk menikmati malam sepanjang jalan yang fenomenal. Nama jalan yang fenomenal itu adalah Jalan Malioboro, yang tiang plang namanya saja sudah nge hits, orang rela antre untuk bergantian foto di tiang yang bertuliskan Jl. Malioboro.
Selain keberadaan sang tiang yang hitsnya laksana magnet itu, sepanjang Jalan Malioboro dipenuhi dengan berbagai pakaian batik, pernak-pernik, serta berbagai macam oleh-oleh khas Jogja. Siapkan budget untuk ngeborong oleh-oleh ya guys. Jadi, kalau ada wisatawan ke Jogja, tidak lengkap kalau tidak mengunjungi Jalan Malioboro. Ibarat kata, kalau kita main ke kota kembang Bandung, ngga lengkap kalau ngga jalan di Jalan Braga. Sepanjang jalannya itu punya spot yang oke punya. Kurang lebih seperti itu perumpamaannya, entah itu perbandingan yang apple to apple atau ngga, mudah-mudahan sih iya, hahaha.
Berhubung saya menginap di hotel sekitar Jalan Malioboro, jadi beberapa malam saya bisa hunting apa-apa yang mau saya dapatkan, dasar naluri perempuan ya sukanya belanja, tapi ngga apa-apa deh kan buat oleh-oleh orang tersayang. Di sini kita bisa tawar-menawar harga, asal logis aja. Kita bisa mendapatkan harga terbaik dari hasil penawaran kita. Kalau ngga ditawar, ya aslinya no problem sih, cuma lumayan sisa budget bisa beli oleh-oleh lagi kan, hehehe. Yoo ngaku siapa yang suka belanja pake nawar? Saya juga termasuk (senyum sinis) hahaha.

Patung Nyonya Raminten (Dok.pribadi Yollanda)
Dari Jalan Malioboro, kita melipir dulu ke House of Raminten. Yapp, ini adalah tempat makan yang cozzy. Suasananya penuh dengan pernak-pernik etnik, aroma dupa juga tercium harum. Kereta kuda kencana diparkir rapi di depan. Mini distro oleh-oleh Jogja juga tersedia di House of Raminten. Patung nyonya Raminten sebagai ikonnya pun hadir sebagai pemanis dekorasi. Taklupa alunan musik bernuansa Jawa mengiringi santapan sedap kala itu. Satu lagi yang membuat saya bergumam “wow” adalah penampilan sang waitress-nya yang menggunakan kemben sebagai kostum seragam di House of Raminten. Totalitas sekali yaa. 

Pengunjung yang ingin menyantap santapan yang kental dengan gudeg ini (kalau lagi full) harus rela antre dan masuk dalam waiting list, kursi-kursi untuk waiting list pun disediakan dengan jumlah yang lumayan banyak. 

Saya memesan menu paket gudeg yang isinya nasi, gudeg, kulit kerecek, tempe oreg, telur bulat, ayam bacem, serta bumbunya yang ditaburkan di atasnya, sedaaap cin hehe, ditambah minuman hangat lemon sereh yang disajikan di botol unik, lengkap sudah kedatangan saya ke bengkel perut ini di waktu gerimis-gerimis manis, hahaha.




Mari kita melipir lagi ke Jalan Veteran Yogyakarta, kita berkunjung ke XT Square. Di dalam XT Square ini ada banyak venue spot foto yang unik. Semuanya ada 4 jenis. Yaitu De MATA 1, De MATA 2, De ARCA, dan D’WALIK. Setiap kategorinya punya tiket masuk berbeda, tapi ada juga tiket terusan. Misal mau masuk ke D’WALIK saja, nah beli tiket masuknya khusus D’WALIK saja. Kalau mau merasakan keunikan visual dari semuanya, saran saya belilah tiket terusan karena hitungannya menjadi lebih murah. Pada kesempatan itu, saya memilih membeli tiket terusan.


De MATA 1 berisi rekayasa visual bergambar tiga dimensi. De MATA 2 mirip seperti De MATA 1 namun lebih variatif dengan empat dimensi. De Arca berisi replika patung-patung tokoh nasional dan internasional. D’WALIK berisi interior ruangan yang dipasang terbalik, jika kita berfoto di D’WALIK, kita seolah-olah menapak di atap, padahal itu semua rekayasa hehehe. Tunggu apalagi? Dijamin ngga nyesel, hehehe.

Berikut saya tampilkan hasil jepret-jepret di De MATA 1. Ini ngga semua foto lho, karena banyak banget, hehehe.



 


De ARCA
Michael Jackson (Dok.pribadi Yollanda)
Albert Einsten (Dok.pribadi Yollanda)
Habibie-Ainun (Dok.pribadi Yollanda)
 
Ibu Kartini (Dok.pribadi Yollanda)





Lady Diana dan Margaret Thatcher (Dok.pribadi Yollanda)

Ir.Soekarno (Dok.pribadi Yollanda)
SBY (Dok.pribadi Yollanda)
Joko Widodo (Dok.pribadi Yollanda)

 















De WALIK
 

 
Jogja punya banyak tempat yang kece, tapi apalah daya, karena keterbatasan kesempatan, jadi waktu itu saya mengunjungi yang kira-kira memungkinkan. Karena bulan Desember juga musim hujan, jadi jatuhlah pilihan berwisata ke De Mata yang berkonsep indoor. Kali itu saya ke Jogja dalam rangka studi banding ke Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), jadi belajar sambil melipir sedikit ngga apa-apa kan? Hehehe. 

Apakah kamu sudah siap merasakan dunia terbalik? Atau berselfie dengan tokoh idola? Lalu setelahnya makan gudeg di Raminten? Dan ke surga belanja di Malioboro? Jika kamu ingin semua, Jogja tepat menjadi pilihan liburanmu. Selamat liburan akhir tahun.

Blogger Pintar: Paham Nilai-Nilai Pancasila

Blogger Pintar: Paham Nilai-Nilai Pancasila Oleh: Yollanda Blogger pintar, paham nilai-nilai Pancasila. Itu jargon yang te...